Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Raden Ajeng Kartini, pelopor emansipasi perempuan di tengah kungkungan budaya patriarkal pada masa kolonial. Namun, peringatan Kartini pada tahun 2025 menuntut lebih dari sekadar seremoni—ia menjadi ajang refleksi kritis atas posisi perempuan Indonesia dalam pusaran tantangan globalisasi, digitalisasi, dan transformasi sosial-budaya yang dinamis.
Kartini dalam Lintasan Historis dan Kontekstualisasi Kekinian
Raden Ajeng Kartini bukan hanya simbol perjuangan perempuan, melainkan juga representasi pemikiran progresif yang melampaui zamannya. Melalui surat-suratnya, yang kemudian dibukukan dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang", Kartini menyuarakan gagasan-gagasan radikal tentang pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan kesetaraan hak sebagai fondasi bangsa yang bermartabat.
Kini, lebih dari seabad setelah Kartini menulis dengan pena dan semangat yang menyala-nyala, realitas perempuan Indonesia telah mengalami banyak transformasi. Akses terhadap pendidikan, partisipasi politik, dan keterlibatan dalam dunia kerja mengalami peningkatan signifikan. Namun, tantangan struktural dan kultural tetap menyelimuti, bahkan dalam bentuk yang lebih subtil: bias gender dalam algoritma digital, ketimpangan akses terhadap teknologi, serta stigma sosial terhadap perempuan dalam posisi kepemimpinan.
Emansipasi dan Kesadaran Digital
Tahun 2025 ditandai oleh percepatan teknologi informasi yang luar biasa. Di era ini, emansipasi tidak hanya bermakna fisik dan sosial, melainkan juga digital. Perempuan masa kini dihadapkan pada tantangan dan peluang baru—mereka menjadi aktor penting dalam dunia konten digital, ekonomi kreatif, hingga gerakan sosial daring. Namun, mereka juga menjadi sasaran empuk perundungan siber, disinformasi, dan eksploitasi digital.
Oleh karena itu, semangat Kartini kontemporer harus dikontekstualisasikan ke dalam narasi kesadaran digital yang kritis dan inklusif. Emansipasi modern menghendaki literasi digital yang mumpuni, keberanian menantang narasi patriarki digital, serta kemampuan untuk membangun ruang virtual yang adil dan setara.
Menuju Kartini Masa Depan: Visi dan Harapan
Hari Kartini 2025 sepatutnya tidak semata-mata diperingati melalui simbolisasi budaya atau pengulangan narasi historis, tetapi sebagai momentum menyusun agenda strategis pemberdayaan perempuan Indonesia. Perluasan akses pendidikan yang berbasis sains dan teknologi, peningkatan peran perempuan dalam kepemimpinan publik dan privat, serta penguatan regulasi terhadap kekerasan berbasis gender (termasuk digital) harus menjadi prioritas nasional.
Lebih dari itu, pemikiran Kartini patut dijadikan inspirasi dalam menyusun paradigma pembangunan yang humanistik dan setara. Di tangan para Kartini muda masa kini, Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh sebagai bangsa yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga adil secara sosial.
Kesimpulan
Kartini adalah wajah dari keberanian intelektual, semangat pembebasan, dan kekuatan transformatif perempuan. Peringatan Hari Kartini 2025 adalah panggilan bagi kita semua untuk tidak berhenti pada puja-puji, melainkan bergerak menuju realisasi nilai-nilai Kartini dalam konteks kekinian—dengan kesadaran, aksi, dan harapan.
---
Author: Muhammad Amrullah